ANAK DI TENGAH LAUTAN


Ini kisah tentang seorang anak yang terdampar di tengah lautan kehidupan. Tak tahu harus bagaimana dan terombang-ambing tak tahu harus kemana.

Saat berjalan bersamanya aku merasa sesuatu yang beda bagaimana saat berada di posisinya. Terlihat wajah lelah kusam dan kelaparan. Pantas saja orang-orang disekitarnya takut melihatnya, arah tatapannya begitu tajam menjurus satu arah bagai bilah pisau yang akan menikammu, tampilannya yang semrawut sama sekali tak memikat kaum hawa. Belum lagi kadang kacamata hitam, topi hitam dan jaket merah dikenakan tubuh tingginya menambah kesan sangar. Tapi Ets, dari segi penampilannya cukup stayl, bahkan terkesan memiliki estetika dan karakter tersendiri. 

Terlepas dari penampilannya, Ia memiliki masa lalu yang gelap meski sebagian menceritakan masa lalu yang terbilang cukup baik.

Ayahnya pernah menjabat sebagai pelatih dan guru olahraga. Dalam seuatu kesempatan ia perlahan mengenal seni tari beraliran cukup fenomenal yakni seni tari aliran suryalis (berhubungan dengan sukma mendalam bahkan gaib) melalui berbagai proses latihan dan pementasan seni. Sejak itu ayahnya mencintai seni tari dan menyatukan jiwa raganya kepada tarian. Sementara ibunya ada yang mengatakan ibu kandungya telah meninggal beberapa tahun yang lalu semenjak itu ayahnya menikah lagi. 

Saat ini ayahnya bekerja disebuah instansi kebudayaan dan kepariwisataan. Katanya ia menangani devisi seni dan disamping itu ia mendirikan sebuah sanggar tari dengan cukup kuat dimata pesaingnya karena beberapa prestasi daerah hingga nasional. Seorang seperti beliau tidak tinggal diam dalam berkarya, dalam hal apapun beliau selalu total mungkin juga dalam hal pekerjaan. Karir terbilang cemerlang khususnya dibidang seni namun itulah kesibukan kadang membuat nya menjadi sakit. Ia memiliki seorang istri pertama yang baik menemaninya saat sibuk-sibuknya menitih karir, 4 orang anak yang mudah ia hidupi dengan hartanya, namun rotasi membuat semuanya berubah.

Anak pertama dan bungsunya menikah berselang beberapa tahun. Seingatku anak bungsunya seusiaku dan puasa sebelumnya masih bermain petasan denganku. Istri pertamanya, sudah meninggal sejak lama, si ayah menikah lagi dengan perempuan “yang membawa malapetaka” sahut Ical ketika mendengar nama Ibu tirinya. 

Iya, Ical namanya. Ia lah si anak ketiga ia lah tokoh terombang-ambing di tengah lautan kehidupan. 

Saat menduduki bangku SMA menurut teman sekelasnya, “dia orang yang baik, aku bahkan hampir jadian, namun sayang ayahnya galak, sangat keras membatasi pergaulan anaknya !” yah sepertinya normal dan wajar saja masa muda si Ical, tapi masalah mungkin berasal dari ketegasan sang ayah yang kurang betul. Terlebih istri pengganti yang tidak mengsuport justru mengadu domba. Entah apa yang ada di otak istrinya tapi dari tentangganya melihat sendiri ia sering memperlakukan Ical dan anaknya secara tidak manusiawi, seperti saat beberapakali mengusir Ical dan anaknya hingga harus tidur diluar tanpa alas.

“Ia adalah lelaki yang baik” kata beberapa orang. Itu yang menjadi acuanku dia memang orang yang dasarnya baik, buktinya juga dia pernah menikahi seorang wanita dan dianugrahi 2 orang anak yang sayang padanya, meski suatu masalah kini membuat mereka terpisah, istrinya pergi ke Balikpapan membawa anak pertama dan anak putrid kedua tinggal bersamanya. Dibesarkan oleh kakek mungkin sedikit mengamankan si anak kecil tak tau apa-apa ini dari depresi ayahnya. Ditinggalkan istri bagaikan terserang petir dan tertumbuk ombak besar hingga terdampar dan makin tak tahu kemana ia harus pergi. Beruntunglah sang anak sedikit menjadi penyemangat dan temannya bahkan saat ia diusir oleh ibu tirinya hanya diberikan sepiring nasi harus tidur di depan teras, lalu dengan polosnya si anak memberikan sepiring nasinya untuk sang ayah yang sudah 2 hari tak makan. Bayangkan seorang anak kecil tak tahu apa-apa juga menanggung beban orang tuanya.

Tak banyak orang yang mau dekat dengannya fikirku awal dulu, namun ternyata tidak. 

Waktu itu kuhiraukan saat latihan gendang di tribun untuk persiapan tari. Sore ketika hendak meminjam gendang ke rumahnya, ia menunggu ayahnya yang keluar sebentar membeli makanan. Aku menunggu juga sambil berbicang ringan, curigaku muncul saat sesekali ia tertawa tanpa alasan jelas. Berselang beberapa kali bertemu, di sebuah kegiatan musyawah BEM dia ikut latihan bahkan saat penampilan juga menujukkan kebolehannya memainkan gitar sambil bernyanyi, cukup merdu dengan beberapa lagu. Beberapakali ke rumah memetik gitar sambil menyanyikan lagu bukan masalah lagunya tapi kesesuaiannya menyelaraskan nada gitar dan vocal cukup harmonis. Pandangan kami bahwa dia normal hanya depresi, semakin yakinlah.

Dia mengerti sopan santun bahkan salam saat keluar masuk, dia ramah terhadapku ibu dan beberapa orang, setidaknya mungkin ia menalar bahwa orang yang baik padanya patut ia hargai.
Aku sempat terharu ketika ia menceritakan 2 anaknya dan istri yang meninggalkannya tanpa status yang jelas, ia berkata “Andai saja istriku di sina, Aku kan sayang padanya”. Syukurlah cerita2nya meluluhkan hati ibu dan sepiring nasi disungguhkan untuknya. 

Setelah makan ku antarlah dia bersama kakak ke tempat neneknya mewujudkan permintaanya sejak tadi. Standar motor sudah menyentuh tanah sejenak kami menunggu dan memastikan ada orang membukakan pintu, ternyata pintu terbuka lalu, tertutup lagi. Kami kembali dari Tondong bukan dengan pulang sendiri-sendiri tanpa boncengan lagi, tapi membawa Ical kembali ke BTN. “Ibuku yang tadi menutupkan pintu. Sial !”. Entah benar atau tidak itukah ibunya tapi siapapun prihatin melihat keadannya yang seperti sangat terasingkan bahkan bagi keluarganya sendiri. 

Siang tadi aku bertemu lagi dengannya diperapatan jalan, dan kuantarlah dia ke Tondong. Penampilannya masih sangar tapi fikir jelekku terhadapnya tinggal sedikit selebihnya menjadi prihatin. Sempat aku tertawa saat perjalanan dengannya tapi di saat itu pula aku ingin sekali bahwa caciannya tentang ayahnya tadi “…Ayahku sudah mati !”. wajah kesal keseringan ditinggalkan dan tidak diperhatikan tampak dari setiap tutur kasarnya. Tapi somoga kesan itu cepat berlalu dari benaknya karena didalam hati kecilnya sosok ayahlah yang bisa menolongnya saat ini. Aku hanya berharap jika bertemu ayahnya, ingin sekali kusampaikan “Bagaimana jika engkau melihat seorang orang tua memukul anaknya di hadapanmu apakah kamu hanya tinggal diam ? begitu pun kami sebagai seorang anak jika melihat anak lainnya terlantar pasti ingin orang tuanya menyanyanginya dengan sungguh-sungguh, Dan masih lebih mending dipukuli dari pada dilentarkan. Kasih orang tua sudah semestinya ada disaat anak membutuhkan. dan kata ayah ”Anak adalah titipan Tuhan yang harusnya disayangi dan dikasihi”. Orang Tua adalah jembatan menuju akhirat, dan anak adalah kertas putih yang diwanai oleh orang tua. Tidak ada satupun yang bisa memutuskan hubungan darah antara orang tua dan anak seperti pesan ibuku “Mantan istri itu ada, tapi tidak ada mantan anak”  

“Ya Allah, tunjukilah orang-orang yang “baik”, Jalan yang Baik”
Yang Terbaik adalah melihat sisi kebaikan orang lain bukan menjauhi kekurangan ataupun mengucilkan karena Hal yang baik menurut kita, belum tentu baik dimata Allah dan Allah menitipkan yang terbaik.

Writer : AGH 
Sinjai, 25/6/2014



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI - HATI KE HATI

7 BENTUK MATA BERIKUT MENGGAMBARKAN KEPRIBADIANMU